Sahabat beriman. Abu Jahal, seorang nama yang terukir dalam lembaran sejarah Islam sebagai sosok yang melawan cahaya petunjuk Allah. Berbeda dengan nabi, Abu Jahal diingat sebagai musuh yang membenci Allah dan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Kematian tragisnya dalam Perang Badar tidak meredakan api kebenciannya. Bahkan, setelah wafatnya, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam berdialog dengan kuburan Abu Jahal.
Abu Jahal, atau Amr Bin Hisyam, mendapat julukan "bapak kebodohan" karena menjadi salah satu pemimpin kaum kafir Quraisy yang paling membenci Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Perjalanan kebenciannya bermula dari persaingan antar-suku di Mekkah, khususnya antara Bani Makhzum dan Bani Hasyim. Abu Jahal berasal dari Bani Makhzum, sementara Nabi Muhammad dari Bani Hasyim, memperkeruh perbedaan pandangan dan kepercayaan antar kelompok.
Dalam suatu dialog dengan Girra bin Shuba, Abu Jahal mengungkapkan kebenciannya terhadap Nabi Muhammad. Meski menyadari kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah, Abu Jahal tetap memilih jalan kesombongan dan perlawanan. Pengalaman ini direkam dalam buku "Cahaya Abadi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam" karya Muhammad Fatullah.
Sebuah momen krusial terjadi ketika Abu Jahal, bersama Mugira, berpapasan dengan Rasulullah di jalan Kota Mekkah. Meskipun Rasulullah mengajak mereka mengikuti jalan Allah, Abu Jahal menolak seruan tersebut. Dalam unek-uneknya, Abu Jahal mengakui kebenaran, namun ada suatu hal yang menghalanginya untuk mengimani Rasulullah. Ia merujuk pada pernyataan bayi yang menyatakan hak-haknya, menciptakan ketegangan di antara Bani Makhzum dan Bani Hasyim.
Abu Jahal yang keras hatinya berasal dari Bani Maksul, dan perbedaan pandangan antar kelompok menjadi sumber kebenciannya. Ungkapan kebenciannya terekam dalam percakapan dengan Girra bin Shuba, yang mencerminkan keteguhan hati Abu Jahal dalam melawan Islam.
Perjalanan Abu Jahal mencapai puncaknya dalam Perang Badar. Meskipun terluka parah, Abu Jahal tetap mempertahankan sikap keras hatinya. Pada saat-saat genting itu, Muadz bin Afra dan adiknya, Muawis bin Afrah, dengan penuh keberanian menyongsong Abu Jahal. Meskipun luka dalam telah menghujam tubuhnya, Abu Jahal tetap menolak untuk bertaubat.
Kisah terakhir Abu Jahal di dunia ini terjadi dalam panasnya hari di kampung Badar pada 17 Ramadan dua Hijriah. Perang melawan Quraisy dimulai, di mana kaum Muslim berjumlah kecil harus menghadapi pasukan Quraisy yang jauh lebih besar. Sebuah pertemuan mengejutkan terjadi antara Abdurrahman bin Auf dan seorang pemuda berusia 16 tahun bernama Muadz bin Afra.
Muadz, dengan keberanian yang memukau, menyatakan tekadnya untuk membunuh Abu Jahal. Saat itu, Abu Jahal sudah menjadi target empuk umat Muslim. Kakak beradik, Muadz dan Muawis, dengan keberanian luar biasa, menyerang Abu Jahal. Meskipun luka dalam telah mencapai tubuhnya, Abu Jahal masih menunjukkan keteguhan hatinya.
Abdurrahman bin Auf, melihat kejadian ini dari kejauhan, berteriak memperkenalkan Abu Jahal kepada Muadz. Kakak beradik ini, dengan langkah mantap dan pedang terhunus, mengakhiri kehidupan Abu Jahal yang penuh kontroversi. Ibnu Mas'ud, yang datang kemudian, mencatat momen kritis di mana Abu Jahal, sebelum dipenggal, memberikan isyarat dengan matanya seolah-olah ingin mengucapkan kata terakhirnya.
Peristiwa tragis ini mengukirkan penghujung hidup Abu Jahal dalam ingatan umat Islam. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, setelah kemenangan di Perang Badar, mendekati kuburan para musuh. Beliau mengajak bicara mayat-mayat itu, termasuk Abu Jahal, namun tak ada jawaban yang datang dari keheningan kubur. Rasulullah menegaskan kebenaran yang telah dijanjikan oleh Rabb mereka, namun hati-hati yang telah mati tidak lagi mampu merespons.
Kisah Abu Jahal mengajarkan kepada kita tentang kerasnya hati yang menolak petunjuk Allah. Meski banyak upaya dakwah dan tawaran hidayah, Abu Jahal tetap memilih jalan kebencian dan kesombongan. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka yang masih berada dalam kegelapan dan belum mendapatkan cahaya petunjuk Islam. Allahualam. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.